Struktur Nama Pakar Forensik REZA INDRAGIRI AMRIEL
Polisi Lamban Tangani Kasus Mirna? Ini Sebabnya. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti menanggapi sejumlah kritik yang menilai polisi lamban dalam menangani kasus kematian Wayan Mirna Salihin setelah minum kopi vietnam di Olivier Kafe, Grand Indonesia.
Menurut Krishna, polisi tak pernah berniat berlama-lama menyelesaikan kasus ini. Hanya saja masih ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, salah satunya data dan dokumen yang belum diterima aparat penegak hukum.
"Seperti membuat thesis, butuh data dan butuh kajian," ujar Krishna kepada wartawan saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jumat 22 Januari 2016.
"Bukan lelet, sebelumnya polisi terburu-buru mengumumkan perihal sianida, dan bocornya obrolan tentang penetapan calon tersangka. Sekarang mungkin polisi jadi lebih berhati-hati," kata Reza Indragiri kepada Tempo, Rabu, 20 Januari 2016.
"Pada akhirnya penyidik mengalami confirmation bias untuk kasus ini," ujarnya kepada JawaPos.com, Jumat (22/1).
Pengamat psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, mengatakan pembunuhan dengan menggunakan zat sianida lebih sedikit terjadi dibandingkan dengan bunuh diri menggunakan sianida. Dalam kasus Mirna, Reza melihat, polisi terkesan lebih berhati-hati dalam menetapkan tersangka.
Krishna juga menjelaskan, dokumen hasil forensik serta dokumen hasil keterangan ahli belum diterima polisi. Pasalnya, pemeriksaan ahli dan keterangan ahli harus tertuang pada Berita Acara Pemeriksaan. "Mereka masih menganalisa dan mendalami," ujarnya.
Yakin Jessica Bukan Pembunuh, Ahli Ini Minta Polisi Jeli
Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya masih terus mengusut kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27). Sejauh ini nama Jessica Kumala Wongo (27) disebut sebagai salah satu yang ada di balik kematian Mirna.
Namun hal itu berbeda justru diungkap Reza Indragiri Amriel sebagai master psikologi forensik. Dengan yakinnya Reza menyebut Jessica bukan orang yang membunuh Mirna.
Confirmation bias sendiri diketahui sebagai sebuah keadaan di mana seorang akan teguh terhadap pendapatnya tanpa melihat fakta-fakta. "Semua hal akan diutak-atik karena terlalu mempertahankan pendapat awal penyidik, ia pun tidak perlu beralibi di depan publik," sambungnya.
Reza meminta penyidik lebih jeli melihat fakta di lapangan, mulai dari langkah awal penyidikan hingga sudah puluhan saksi yang saat ini diperiksa. "Bias yang secara tipikal marak di kepala penegak hukum," terangnya.
Ketidakyakinan Reza terhadap Jessica lantaran tidak mungkin orang dekat membunuh secara terang-terangan. Apalagi bahan racun yang digunakan adalah sianida yang tergolong jarang ditemukan di pasaran.
Ahli Forensik: Gunakan Sianida, Pembunuh Mirna Tak Ingin Beraksi Frontal
Siapa pembunuh Wayan Mirna yang meninggal beberapa saat setelah meminum kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, masih menjadi teka-teki. Bagaimana ahli forensik melihat kasus ini?
Master Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai, pelaku pembunuh Mirna tidak ingin aksinya terkesan frontal.
"Mengapa pakai racun? Karena pelaku tidak ingin melancarkan aksinya secara frontal. Jadi pelaku bersembunyi dan berjarak dengan korbannya," kata Reza kepada detikcom, Kamis (21/1/2016).
Reza mengatakan, pelaku tampaknya sudah mengenal betul tentang bahaya racun sianida. Reza menduga, pelaku yang memasukkan zat sianida itu pengetahuan yang baik tentang sianida.Di beberapa negara, lanjut Reza pembelian sianida hanya bisa melalui media online dan itu pun bersifat khusus.
"Jadi, pelaku bukan orang awam atau biasa, melainkan orang dengan profesi, akses, atau otorisasi khusus," jelas Reza.
"Seringkah orang membunuh pakai sianida? Sangat-sangat sedikit. Lebih sedikit daripada pemakaian sianida untuk bunuh diri," tambah Reza.
"Aneh bahwa sianida dipakai untuk menghabisi korban yang berstatus sosial biasa-biasa saja. Terlalu costly. Effort tak sebanding dengan (maaf) nilai korban. Alhasil, kalau ini dianggap pembunuhan, maka pembunuhnya adalah orang dengan latar khusus. Atau, mungkinkah salah sasaran?" kata Reza.
"Sebab pembunuh dengan racun sianida menandakan pelaku ingin efek mematikan berlangsung cepat, sehingga kecil peluang korban diselamatkan. Karenanya pelaku pasti tidak ingin berada di lokasi saat korban menderita lalu tewas," kata Reza, Senin (11/1/2016) malam.
Menurut pria yang juga sebagai dosen Psikologi Forensik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini, membunuh orang dengan menggunakan zat sianida sangatlah efektif. Namun, sangat sedikit kasus pembunuhan orang menggunakan sianida. Zat ini lebih sering dipakai untuk bunuh diri.
Meski demikian, Reza menilai ada kejanggalan dalam kasus kematian Mirna ini. Menurutnya, jika benar ini adalah kasus pembunuhan, maka pelaku merupakan sosok yang berlatar belakang khusus.
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyebutkan jika apa yang menimpa Wayan Mirna Salihin (27), adalah sebuah kasus pembunuhan dengan racun sianida yang dibubuhkan di kopi yang di minum Mirna, maka pelakunya adalah orang yang bukan orang awam atau umum.
Dan dapat dipastikan tidak akan semeja serta satu lokasi dengan korban.
Seperti diketahui Wayan Mirna Salihin (27) mengalami kejang-kejang dan tewas usai minum kopi bersama dua rekannya di Olivier Cafe, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2016) lalu.
Dari hasil pemeriksaan tim dokter kepolisian, diduga kuat, kopi yang diminum Mirna mengandung racun sianida.
Reza menyebutkan racun sianida lebih sering dipakai untuk bunuh diri. Itu pun, katanya sangat sedikit orang yang melakukannya karena mendapatkan sianida sangat sulit.
"Sebagai zat spesifik atau bukan seperti obat nyamuk dan berefek dahsyat, butuh akses khusus untuk mendapatkannya," katanya. Karena butuh extra effort untuk mendapatkan sianida maka besar kemungkinan pelaku mengganti alat pembunuhannya jika rencana awal akan meracuni korban dengan sianida.
Ini terjadi di banyak kasus pembunuhan.
"Itu sebabnya, lebih sedikit lagi pembunuhan yang pakai racun," kata dia.
"Jadi siapa si pembunuh Mirna? Dugaannya adalah orang yang bukan awam atau umum, dan tidak semeja atau selokasi dengan korban," kata Reza.
Pembunuh yang menggunakan racun di makanan atau minuman, kata Reza, seperti pelaku lainnya, tentu ingin efek mematikan berlangsung cepat dan kecil peluang korban diselamatkan.
Karenanya kata dia, pelaku pasti tidak ingin berada di lokasi saat korban menderita lalu tewas.
Jajaran Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya masih terus mengusut kasus kematian Wayan Mirna Salihin (27). Sejauh ini nama Jessica Kumala Wongo (27) disebut sebagai salah satu yang ada di balik kematian Mirna.
Namun hal itu berbeda justru diungkap Reza Indragiri Amriel sebagai master psikologi forensik. Dengan yakinnya Reza menyebut Jessica bukan orang yang membunuh Mirna.
Confirmation bias sendiri diketahui sebagai sebuah keadaan di mana seorang akan teguh terhadap pendapatnya tanpa melihat fakta-fakta. "Semua hal akan diutak-atik karena terlalu mempertahankan pendapat awal penyidik, ia pun tidak perlu beralibi di depan publik," sambungnya.
Reza meminta penyidik lebih jeli melihat fakta di lapangan, mulai dari langkah awal penyidikan hingga sudah puluhan saksi yang saat ini diperiksa. "Bias yang secara tipikal marak di kepala penegak hukum," terangnya.
Ketidakyakinan Reza terhadap Jessica lantaran tidak mungkin orang dekat membunuh secara terang-terangan. Apalagi bahan racun yang digunakan adalah sianida yang tergolong jarang ditemukan di pasaran.
Ahli Forensik: Gunakan Sianida, Pembunuh Mirna Tak Ingin Beraksi Frontal
Siapa pembunuh Wayan Mirna yang meninggal beberapa saat setelah meminum kopi Vietnam di Kafe Olivier, Grand Indonesia, masih menjadi teka-teki. Bagaimana ahli forensik melihat kasus ini?
Master Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai, pelaku pembunuh Mirna tidak ingin aksinya terkesan frontal.
"Mengapa pakai racun? Karena pelaku tidak ingin melancarkan aksinya secara frontal. Jadi pelaku bersembunyi dan berjarak dengan korbannya," kata Reza kepada detikcom, Kamis (21/1/2016).
Reza mengatakan, pelaku tampaknya sudah mengenal betul tentang bahaya racun sianida. Reza menduga, pelaku yang memasukkan zat sianida itu pengetahuan yang baik tentang sianida.Di beberapa negara, lanjut Reza pembelian sianida hanya bisa melalui media online dan itu pun bersifat khusus.
"Jadi, pelaku bukan orang awam atau biasa, melainkan orang dengan profesi, akses, atau otorisasi khusus," jelas Reza.
"Seringkah orang membunuh pakai sianida? Sangat-sangat sedikit. Lebih sedikit daripada pemakaian sianida untuk bunuh diri," tambah Reza.
"Aneh bahwa sianida dipakai untuk menghabisi korban yang berstatus sosial biasa-biasa saja. Terlalu costly. Effort tak sebanding dengan (maaf) nilai korban. Alhasil, kalau ini dianggap pembunuhan, maka pembunuhnya adalah orang dengan latar khusus. Atau, mungkinkah salah sasaran?" kata Reza.
"Sebab pembunuh dengan racun sianida menandakan pelaku ingin efek mematikan berlangsung cepat, sehingga kecil peluang korban diselamatkan. Karenanya pelaku pasti tidak ingin berada di lokasi saat korban menderita lalu tewas," kata Reza, Senin (11/1/2016) malam.
Menurut pria yang juga sebagai dosen Psikologi Forensik di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini, membunuh orang dengan menggunakan zat sianida sangatlah efektif. Namun, sangat sedikit kasus pembunuhan orang menggunakan sianida. Zat ini lebih sering dipakai untuk bunuh diri.
Meski demikian, Reza menilai ada kejanggalan dalam kasus kematian Mirna ini. Menurutnya, jika benar ini adalah kasus pembunuhan, maka pelaku merupakan sosok yang berlatar belakang khusus.
Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyebutkan jika apa yang menimpa Wayan Mirna Salihin (27), adalah sebuah kasus pembunuhan dengan racun sianida yang dibubuhkan di kopi yang di minum Mirna, maka pelakunya adalah orang yang bukan orang awam atau umum.
Dan dapat dipastikan tidak akan semeja serta satu lokasi dengan korban.
Seperti diketahui Wayan Mirna Salihin (27) mengalami kejang-kejang dan tewas usai minum kopi bersama dua rekannya di Olivier Cafe, Mal Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (6/1/2016) lalu.
Dari hasil pemeriksaan tim dokter kepolisian, diduga kuat, kopi yang diminum Mirna mengandung racun sianida.
Reza menyebutkan racun sianida lebih sering dipakai untuk bunuh diri. Itu pun, katanya sangat sedikit orang yang melakukannya karena mendapatkan sianida sangat sulit.
"Sebagai zat spesifik atau bukan seperti obat nyamuk dan berefek dahsyat, butuh akses khusus untuk mendapatkannya," katanya. Karena butuh extra effort untuk mendapatkan sianida maka besar kemungkinan pelaku mengganti alat pembunuhannya jika rencana awal akan meracuni korban dengan sianida.
Ini terjadi di banyak kasus pembunuhan.
"Itu sebabnya, lebih sedikit lagi pembunuhan yang pakai racun," kata dia.
"Jadi siapa si pembunuh Mirna? Dugaannya adalah orang yang bukan awam atau umum, dan tidak semeja atau selokasi dengan korban," kata Reza.
Pembunuh yang menggunakan racun di makanan atau minuman, kata Reza, seperti pelaku lainnya, tentu ingin efek mematikan berlangsung cepat dan kecil peluang korban diselamatkan.
Karenanya kata dia, pelaku pasti tidak ingin berada di lokasi saat korban menderita lalu tewas.
0 Response to "Struktur Nama Pakar Forensik REZA INDRAGIRI AMRIEL "
Posting Komentar